Minggu, 21 Desember 2008

33

Penjara Rajabasa malam itu kembali heboh. Belum reda dari peristiwa kematian Hesti, tiba-tiba terdengar teriakan histeris dari kamar sel blok D-3. Empat narapidana perempuan di sel itu ditemukan sekarat berlumuran darah.
Tangan Baya bergerak cepat menghujamkan sikat gigi ke tubuh keempat perempuan itu saat mereka tertidur pulas. Mereka tidak sempat melawan atau menyelamatkan diri. Sikat gigi runcing itu, berkali-kali menikam bagian perut, leher, dan dada mereka.
Petugas penjara berlarian menuju blok D-3. Mereka mengamankan Baya yang semakin kalap. Keempat napi langsung dilarikan ke rumah sakit. Denok salah satu korban paling kritis, meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.
Setelah kejadian menimpa Hesti, petugas penjara belum terpikir mengisolasi Baya ke kamar sel lain. Mereka sibuk mengurus dan mengantarkan jenazah Hesti kepada keluarganya.
Saat diperiksa petugas, Baya mengaku membunuh karena merasa terancam oleh orang-orang sekitarnya, termasuk para napi penghuni sel itu. “Untuk bertahan hidup aku harus membunuh atau dibunuh!” tegasnya setengah berbisik.
Petugas mengganggap Baya melakukan pekerjaan orang gila. Baya dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Kurungan Nyawa. Apabila tidak terbukti mengalami gangguan jiwa, ia akan diancam eksekusi mati.
Seusai pemeriksaan, Baya tertawa-tawa. Ia berteriak kemenangan. Baya berputar-putar mengelilingi kamar penjara sambil bernyanyi lagu yang hanya ia sendiri bisa memahaminya. Lagu itu bukan lagu genjer-genjernya Gerwani. Suaranya tidak sedang merekayasa keperihan jenderal-jenderal dalam peristiwa Gestapu.
Putri Haji Hazairin ini sekan merekonstruksi peristiwa-peristiwa mengerikan era penumpasan gerakan PKI. “Aku bukan komunis! Bapakku bukan PKI!” teriaknya berulang-ulang.
“Hei! Kalian-kalian silakan tembak saya!..hahaha..”
Baya berteriak-teriak semakin keras sambil tertawa-tawa histeris. Matanya nanar menatap ke luar sel penjara.
“Saya muslim. Saya milik Tuhan....Ia mencintai saya!”
“Ayo...tembak saya! Hahaha...!”
Baya kembali meneruskan bernyanyi sambil membenturkan kepala ke jeruji besi penjara. Darah mengucur dari kepala. Memerahkan rambutnya yang tergerai kusut. Nyanyian itu perlahan berhenti.
Tubuh Baya ambruk ke lantai. Tidak lama terdengar pintu kamar sel dibuka. Samar terlihat kaki-kaki berdiri tepat di depan wajah yang tersungkur di lantai semen itu. Baya tak bisa mengenali kaki-kaki yang berbungkus sepatu hitam, ketika tubuhnya diseret ke luar penjara. Lalu semuanya begitu gelap.

Tidak ada komentar: