Sabtu, 13 Desember 2008

24

“Gila! Kamu sanggup berhutang untuk membiayai suamimu kawin lagi dengan perempuan lain? Astaga! Kiamat!”

Tubuh Mei Hwa tergetar memandang bias purnama di atas ibu kota Sai Bumi Ruwa Jurai. Atap rumah dan gedung-gedung tua terlihat membingkai Teluk Lampung. Dari ketinggian kamar hotel, Mei melihat lampu kapal dan lampu gedung tempat hiburan malam, hanya berupa titik-titik kecil. Cahaya purnama dibiarkan menerobos masuk melalui jendela kamar yang tersingkap lebar. Dalam kamar yang dibiarkan redup itu, bias purnama terlihat jelas menyenter kedua tubuh berpeluk mesra di atas kursi menghadap jendela. keduanya menikmati suasana lenskap kota malam hari dari ketinggian hotel tersebut.
Sudah dua malam Mei Hwa menginap di Hotel Indrapuri bersama Beni. Mei sengaja ke Bandar Lampung tidak langsung menemui suaminya.
“Berapa suamimu perlu uang?”
“150 juta rupiah.”
“Untuk Apa?”
“Tambahan beli rumah,” jawab Mei.
“Tambahan? Sebesar itu? memang ia beli rumah tipe berapa?”
“Tipe 70,”
“Nah, lantas?”
“Ia juga perlu uang untuk biaya bersalin seorang gadis yang dihamilinya.”
“Ia menghamili gadis?”
“Ya. Gadis itu teman kumpul kebo suamiku.”
“Gila! Kamu sanggup berhutang untuk membiayai suamimu kawin lagi dengan perempuan lain? Astaga! Kiamat!”
“Sudahlah, Mas Ben, aku mohon bantuan Mas Ben. Along mendesak supaya dikirim secepatnya.”
“Gila..!”
“Jaminannya sertifikat tanah dan rumah di Palembang.”
“Dasar Setan! Along itu.”
“Sudahlah..Mas Ben, yang penting ia tidak mempersoalkan hubungan kita. Aku tidak begitu memusingkannya. Dan kita setiap saat bisa selalu berhubungan bebas tanpa gangguan siapa-siapa.”
Mei Hwa mendekap tubuh Beni di atas kursi jok hotel itu. Beni tidak sempat berpikir lagi soal kelakuan Along. Karena dekapan Mei ke tubuhnya semakin cepat mengalihkan konsentrasi lelaki yang masih lajang itu. Kepada Beni, Mei secara tegas mengaku hubungannya dengan Along tinggal hubungan formal suami-isteri saja. Mei mengaku lebih mendapatkan kepuasan bermain seks dengan Beni.
Meski usianya baru menginjak 28 tahun, Beni sudah terbilang sukses menekuni usahanya di bidang sales marketing berbagai produk termasuk obat suplemen China. Ia memiliki beberapa perusahaan distributor besar di Jambi, Palembang, Jakarta, dan Bandung. Beni keturunan Medan-Sunda. Ibunya dari Sunda dan bapaknya Medan. Ia belajar bisnis dari pamannya di Jakarta.
Beni mengenal Mei Hwa, ketika menghadiri undangan presentasi produk di Jakarta. Hubungan mereka sudah berjalan satu tahun ini. Beni sering ke Palembang mengawasi distribusi alat-alat kesehatan miliknya.
Along pernah mendapatkan Mei Hwa sedang berjalan berdua dengan Beni. Tetapi Mei bisa meyakinkan Along bahwa Beni adalah teman kerjanya. Setelah kejadian itu Along sering mendapat laporan kawannya di Palembang, beberapa kali melihat Mei dan Beni menginap di Hotel Sanjaya. Tetapi Along tidak mempersoalkannya. Ia yakin Mei tidak akan berani melakukan itu. “Silahkan ia berselingkuh, asal jangan di depan mata saya,” jawabnya enteng sambil tersenyum.

Tidak ada komentar: