Selasa, 25 November 2008

5

Along sering diledeki anak pribumi dengan cercaan kasar; “..dasar Cino Botol!”, “Cino Kaleng!“,
“Cino Kebon!”, dan ucapan diskriminatif lainnya. Namun, karena sadar kondisi keluarganya yang memang miskin, Along hanya diam.

Mei Hwa tidak ikut Along pindah ke Lampung. Ia ditunjuk perusahaannya di Jakarta menjadi manajer pemasaran obat suplemen dari Tianjing, China, ke wilayah Sumatera Bagian Selatan. Kendali operasionalnya berada di Palembang. Alasan lain, anaknya Erik, memilih sekolah di Palembang.
Mei cukup menikmati pekerjaannya, karena ketika sekolah ia memang tertarik dengan dunia bioteknologi. Bagi Mei dunia bioteknologi memberi sumbangan besar bagi kesehatan manusia. Ia masih ingat “Prinsip Kesatuan” dalam teori Yin Yang. Semua sistem tubuh ter-integrasi dan tidak terpisahkan. Ketika satu bagian tubuh terdiagnosa penyakit, kita harus memperhatikan seluruh bagian tubuh agar tidak melukai tubuh yang lain.
Kepada konsumen, Mei selalu menyebarkan prinsip; lebih baik mencegah dari pada mengobati. Manusia butuh daya tahan, daya tawar, dan daya takluk, tehadap penyakit apa saja. Saat prospek penjelasan produk, kepada anggota jaringannya, Mei selalu bicara soal strategi pemasaran dengan ungkapan; “tubuh sehat, bisnis pun kuat!” Maka selain menjual Mei juga menyarankan anggotanya ikut mengonsumsi suplemen tradisional itu.
“Tubuh adalah nutrisi!” Demikian Mei mengawali pembicaraan ketika mengenalkan produk suplemen nutrisi. Ia mampu bercerita ilmiah layaknya seorang apoteker, untuk menjelaskan produk nutrisi seperti, bubuk instan Sumsum Komplek atau Ganggang Spiral.
“Manusia adalah makhluk berpikir!” Maka Mei menawarkan suplemen penguat otak. Ia cukup hapal dan terlatih bercerita legenda tentang pohon Ginkgobiloba, sebuah pohon yang berumur 2800 tahun dan sampai kini masih bertahan hidup di bumi China. Pohon yang memiliki daya tahan sangat kuat itu, sering disebut “fosil hidup”.
Pohon Ginkgo banyak dikaitkan dengan mitos keuletan kerja masyarakat China di masa lampau. Daun-daun Ginkgobiloba inilah yang kemudian dipercaya oleh leluhur China memiliki khasiat obat-obatan. Kemudian oleh industri China, daun-daun ginkgo itu dikembangkan. Diambil ekstraknya, lalu diolah menjadi obat suplemen otak yang namanya tetap diambil dari nama pohon Ginkgobiloba itu. Dari uji laboratorium peneliti di Perancis, Ginkgo dapat melindungi sel-sel otak, mempercepat sirkulasi darah, sehingga sel-sel otak dapat kecukupan oksigen dan glukosa.
Mei Hwa mulai memahami cerita leluhurnya bahwa semua obat punya sejarah. Ganoderma Lucidum misalnya, adalah sejenis obat kesehatan tradisional China yang sangat bermutu. Mei mengetahuinya dari kitab lama “Pen Zhao”, di dalam direktori obat China milik engkongnya. Salah satu isi kitab “Pen Zhao,” itu, menyebutkan bahwa lucidum sering dijuluki sebagai “obat dewa”.
Genoderma Lucidum dipercaya dapat membantu percepatan penyembuhan luka habis operasi, atau penderita kanker yang sedang menjalankan kemoterapi. Sehingga pasca kemoterapi tidak terjadi gejala muntah, kerontokan rambut, sakit, kekurangan sel darah putih, atau timbulnya racun di dalam tubuh. Selain juga dapat mengobati lemah syaraf, infeksi paru-paru, asma, dan alergi.
Demikian siasat “iklan kecap” yang digunakan Mei Hwa untuk meruntuhkan hati calon konsumen agar membeli dagangannya.
Karena sukses membangun jaringan, Mei bersama dua kawannya, Fahmi dan Pipit, dipercaya perusahaannya, mendirikan stokis atau agen di wilayah Sumatera Selatan. Usaha distribusi suplemen ini, sudah berjalan selama tiga tahun. Dengan omset penjualan rata-rata per bulan mencapai ratusan juta rupiah. Mei beberapa kali diundang berjalan-jalan ke Beijing, mengunjungi perusahan obat suplemen itu di Tianjing. Mei melihatdan belajar bahwa di antara industri besar, nilai-nilai kearifan lokal masih dipertahankan.
Sukses Mei, tidak semujur suaminya, Along. Along tidak memiliki latar belakang pendidikan cukup untuk mengelola bisnis seperti dilakukan isterinya. Along akhirnya dimodali Mei membuka jaringan dan mengurus distribusi suplemen obat China itu dari stokis atau agen di Palembang ke cabangnya di Lampung dan Jambi. Semua fasilitas penginapan, mobil box, dan belanja kebutuhannya cabang disiapkan Mei Hwa.
Along anak nomor lima dari 13 bersaudara. Bapaknya berasal dari China Bangka. Tahun 1970 pindah ke daerah Suak, Musi Banyuasin – sekarang sudah masuk wilayah administrasi Kota Palembang. Dari uang menjual rumah dan warung di Bangka, orang tua Along membeli lahan sekitar satu hektare. Mereka berubah dari profesi berdagang dan pengrajin, menjadi petani sayur-sayuran. Mereka belajar bercococok tanam. Along sendiri lahir ketika bapaknya sudah pindah ke Lebung Siarang.
Waktu usia delapan tahun, Along diajari bekerja. Pulang dari sekolah ia membantu kakak tertuanya mencari dan menampung botol-botol bekas dari rumah ke rumah. Botol-botol bekas itu dibersihkannya lalu dijual ke pengumpul di Jalan Kamil, PAL-6, untuk selanjutnya dikirim ke pabrik kecap atau pabrik limun di Puncak Sekuning.
Tamat sekolah dasar, Along tidak melanjutkan ke SMP. Bapaknya hanya mampu menyekolahkan paling tinggi sekolah dasar. Cukup sampai paham baca tulis, dan berhitung saja. Mereka bisa sekolah lebih tinggi dengan biaya sendiri, seperti dilakukan Aseng, kakak Along yang nomor dua. Aseng bisa bersekolah sampai ke SMP dengan mengumpulkan uang hasilnya bekerja malam di pabrik tahu milik Peng Lam, tidak jauh dari rumahnya. Sedangkan Along memang tak berminat melanjutkan sekolah.
Along tipe pekerja keras. Ia lebih rajin dan pandai bergaul dibanding saudara-saudaranya yang cenderung tertutup dengan warga pribumi sekitar kampung mereka. Warga pribumi di daerah itu kebanyakan dari Musi Banyuasin yang sukunya berasal dari Sekayu. Bahasa sehari-hari di wilayah itu selain bahasa Palembang, juga bahasa Sekayu. Bedanya Sekayu pakai “E” dan Palembang pakai “O” mengganti huruf vokal. Seperti siape dan siapo, kemane dan kemano. Along sendiri menguasai kedua bahasa tersebut.
Karena luwes dan pandai bersosialisasi, Along disukai anak-anak pribumi seusianya. Ia sering diajak bermain sepak bola. Kadangkala ikut bertanding ke Batas Kota, PAL-5, sampai ke lapangan bola sekitar Benteng Jepang, Ario Kemuning.
Memang waktu itu pembauran antara etnis China dengan etnis pribumi lebih banyak dimulai dari anak-anak, terutama dari sekolah. Tetapi tak jarang juga Along mendapat perlakuan kasar temannya di sekolah. Ia pernah babak belur dikeroyok. Buku dan alat tulisnya diambil. Ia juga sering diledeki dengan cercaan kasar; “..dasar Cino Botol”, “Cino Kaleng“, “Cino Kebon”, dan ucapan diskriminatif lainnya. Namun, karena sadar kondisi keluarganya yang memang miskin, Along hanya diam. Tidak membalas. Entah karena takut. Atau karena lingkungan telah mengondisikannya sebagai warga kelas dua.
Ketika usianya 15 tahun, Along mencari kerja. Awalnya ia menjadi tukang sapu di toko beras milik teman bapaknya di Pasar PAL-5, Batas Kota. Tidak lama dari situ ia diajak bekerja di toko gerabatan, Ameng. Karena jujur dan rajin, Along disukai pedagang dan pegawai terminal di Batas Kota itu. Hingga ahirnya ia berkenalan dengan agen beras Feng Xuan dan bekerja di situ.
Along cukup lama ikut majikannya, sampai dipercaya mengurus salah satu usaha Feng, agen minuman limun Saparila. Ia tidak hanya pandai menjaga kepercayaan majikan, tetapi pandai memberikan ketergantungan kepada Feng Xuan. Tanpa Along, urusan tidak selesai. Akhirnya dianggap bagian dari keluarga majikannya. Kadangkala Along dipercaya mengurus hal-hal pribadi keluarga Feng. Berawal dari sana ia kenal dengan putri Feng, Mei Hwa yang sekarang adalah isterinya.
Mei Hwa sendiri sebelum dipersunting Along, memang sudah punya hati. Di mata Mei, selain memiliki tubuh yang kuat, Along adalah tipe pekerja keras. Terpenting lagi, Along sangat dekat dengan keluarganya — hal itu menjadi pertimbangan utama dalam adat mereka yang berasal dari Hokian. Maka ketika Ayahnya mengutarakan kehendaknya menikahkan ia dengan Along, Mei menyambutnya. Sementara Along, menerima keinginan tuan Feng Xuan, selain sudah banyak menerima kebaikan Feng sekeluarga, juga pertimbangan harta dan kekayaan yang dimiliki Feng.

Tidak ada komentar: